Rabu, 19 Februari 2014



   

CARA PENGENDALIAN HAMA UTER-UTER (Xystrocera festiva pasc)

 PADA TANAMAN SENGON
Oleh Adhari, SST

A.     Latar Belakang
Sengon / Albizia (Paraserianthes falcataria) merupakan salah satu jenis pohon yang cepat tumbuh dan banyak dibudidayakan oleh masyarakat di pedesaan. Kayunya cukup memiliki nilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk keperluan industri dan bangunan.
Masalah yang paling umum dalam budidaya tanaman sengon adalah adanya serangan hama penggerek batang Xystrocera festiva pasc atau lebih dikenal dengan nama uter-uter. Akibat dari serangan hama tersebut ialah timbulnya cacat pada kayu sehingga menurunkan kwalitas dan kwantitas kayu.
Uter-uter menyerang tanaman sengon sejak berumur tiga tahun dengan diameter batang 10-12 cm dan tinggi pohon 16 m (Notoatmojo, 1963.)
B.    Biologi Xystrocera festiva pasc
-     Telur
Telur berbentuk lonjong, berukuran 2 x 1 mm. Mula-mula berwarna hujau-kekuningan dan setelah tua warnanya berubah menjadi kuning.
Telur diletakan mengelompok satu sama lain oleh perekat yang tidak berwarna. Kelompok-kelompok telur ini biasanya terdapat pada bekas patahan cabang atau retakan-retakan kulit bekas serangga (Natawiria, 1973) 
           -     Larva
Larva yang baru menetas berbentuk silindris berwarna putih kotor kekuning-kuningan dengan panjang mencapai 5,5 mm. Larva yang baru menetas secara berkelompk menggerek kulit batang akhirnya mencapai bagian kayu.
Serangan awal ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada kulit batang dari putih keabuan menjadi merah kecoklatan.
-                       -   Pupa
Warnanya putih kekuning-kuningan dengan ukuran 30 x 10 mm.
-                        - Kumbang     
Kumbang Xystrocera festiva pasc pada waktu senja. Di laboratorium Entimmologi Puslitbang Bogor, kumbang keluar mulai pukul 18.00 wib.
Kumbang berwarna coklat kekuning-kuningan agak mengkilap, di bagian pinggir dari elytra dan sekeliling pronotum terdapat garis lebar yang warnanya hijau kebiruan dan mengkilap.
Waktu bertelur hanya terjadi satu kali selama hidupnya. Umur kumbang betina rata-rata 2-5 hari dan jantan 1 hari. Sementara siklus Xystrocera festiva pasc lebih kurang 6 bulan.
Kumbang Xystrocera festiva pasc tidak dapat terbang jauh, satu kali terbang hanya mencapai jarak 3-4m dengan ketinggian 0,5-1m. Penyebaran ke tempat lain dibantu oleh tiupan angin.
C.    Gejala Serangan
Gejala serangan awal ditandai dengan terjadinya  perubahan warna pada kulit batang dari putih keabuan menjadi merah kecoklatan. Perubahan warna terjadi karena kulit batang yang luka akibat gerekan larva dan serbuk gereka menempel pada kulit batang.
Setelah menggerek kulit batang, terus eluas ke bagian kayu. Gerekan larva pada batang melebar secara tidak teratur dan menuju ke arah bawah. Serangan pada kayu gubal kadang-kadang sampai menggelang sekeliling batang. Pada tingkat serangan ini, tajuk pohon akan mengunng dan selanjutnya daun gugur sehingga pohon mati.
Setelah larva menjadi dewasa, kembali membuat lubang gerek ke atas. Lubang gerek berbentuk lonjong dengan panjang lubang gerek berkisar antara 6-8cm dengan garis tengah 15-20cm. Pada ujung lubang gerek terdapat dua ruangan. Ruang sebelah luar berisi kotoran sisa makanan dan ruang yang lain adalah ruang pupa.
D.    Daerah Penyebaran
Kumbang Xystrocera festiva pasc mempunyai daerah penyebaran di Kalimantan dan Jawa.
E.     Cara Pengendalian
a.      Pengendalian secara mekanis.
Franssen (1931) menganjurkan pengendalian hama uter-uter secara mekanis dengan sistem “tebang-sakit” dan cara pengeletekan kulit batang pada tanaman yang terserang. Cara tersebut sebagai berikut :
-     Menebang semua pohon yang terserang sambil membasmi hama yang terdapat pada pohon tersebut.
-     Bagi serangan awal dimana larva masih berada dibawah kulit kayu, dapat dilakukan dengan pengeletekan kulit batang dan membasmi semua larvanya.
-     Melakukan pemeriksaan secara rutin dan intensif dalam jangka waktu tertentu disesuaian dengan keadaan untuk menjaga kemungkinan adanya infeksi baru.
b.      Pengendalian secara kimia
Pengendalian hama secara kimiawi pada tanaman hutan, selain biayanya mahal juga secara teknis sulit dilaksanakan.
Pengendalian ini hanaya dapat dilaksanakan untuk tegakan yang relatif rapat dan umur tanaman masih muda.
Sidabutar et al (1973) pernah mengendaliakan hama uter-uter dengan menggunakan insektisida Dimecron 100 (bahan aktif Enolfosfat). Insektisida ini bersifat sistemik. Apabilla digunakan pada bagian tanaman tertentu akan diserap dan disebarkan ke bagian tanaman yang lain ke bagian atas dari bagian yang mendapat perlakuan.
Hasil percobaan tersebut menunjukan bahwa penggunaan insektisida Dimecron 100 dengan konsentrasi 0,5% dengan menyemprotkan pada kulit pohon, setelah tujuh hari dapat membunuh semua larva yang berumur dua bulan. Sedangkan larva dewasa tidak mati.
c.      Pengendalian secara biologis
Pengendalian dengan cara biologis yaitu pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami dari hama tersebut yang tersedia di lapangan.
Terdapat dua jenis parasit yang ditemukan meyerang hama uter-uter, yaitu parasit telur dari famili Encyrtidae dan farasit larva dari famili Barconidae.
Sedangkan predator yang ditemukan menyerang larva uter-uter adalah semut merah (Phaedologeton Sp) dan beberapa jennis burung pemakan serangga.
d.     Pengendalian secara teknik silvikultur
Pengendalian secara teknik silvikultur pada hakekatnya adalah suatu usaha untuk menjaga kesehatan pohon dari gangguan hama dan penyakit.
Kemungkinan usaha yang dapat dilakukan adalah membuat tanaman campuran Sengon dengan Mimba (Azadiractha Indica)  dari famili Meliaceae.
Menurut Ahmed dan Graine (1985), senyawa tripenoid azadirachtin, salinan dari meliantriol yang terdapat pada kulit akar,kulit batang, daun dan buah mimba dapat digunakan untuk mengendalikan lebih dari seratus jenis serangga hama, rayap dan nematoda.
F.     Penutup
Serangan hama uter-uter pada tanaman sengon merupakan fenomena lam yang dapat diduga sebelumnya. Serangan ini selain karena diakibatkan oleh faktor ekologis, yang lebih penting adalah karena tidak ada tindakan untuk memperkecil serangan tersebut, antara lain melalui pemeriksaan secara teratur dan intensif terutama setelah sengon berumur tiga tahun.